Popular Post

Sanz Lemon. Diberdayakan oleh Blogger.
Posted by : Unknown Senin, 16 September 2013


Kemajuan teknologi tidak menjamin adanya perubahan yang positif di aspek lain yang melingkupinya. Misalnya kualitas hidup manusia. Sekarang siapa sih yang ga tau yang namanya Facebook, Twitter, Game online, PS, dkk. Dari bayi (ada lo) sampe mbah-mbah punya akun di situs2 jejaring sosial itu. Anak-anak muda apalagi, seakan tiada hari tanpa buka FB. Ya, aku sendiri juga mengakui itu, tapi sekarang lagi dalam usaha untuk ‘berpuasa’, maksudnya puasa dalam melakukan aktivitas pasif di rumah, duduk menghadap laptop, buka internet, dan berselancar di dunia maya tanpa kenal waktu. Mungkin beberapa diantara kamu ada yang seperti itu? Lebih baik segera hilangkan kebiasaan itu, apalagi bagi kamu yang kurang bisa mengendalikan hasrat (jyaah..) untuk ber-online ria. Untuk yang uda parah banget hati-hati nanti bisa jadi ‘hikikomori’. 

12024330694
HIkikomori sendiri adalah istilah Jepang yang berarti “menarik diri'” dan mulai menarik perhatian media sejak 1999-2000an karena kasusnya yang cukup fenomenal. Diduga ada 2 juta remaja Jepang (kebanyakan umur 13-20 tahun) yang mengalami penyakit ini. Sindrome yang paling jelas dari hikikomori adalah tidak pernah keluar kamar (atau rumah). Bahkan tercatat ada orang yang tidak keluar dari kamarnya selama 10 tahun (yang pasti di dalam kamar ada kamar mandinya, bisa2 berjamur kalo ga mandi selama 10 tahun). onion-emoticon-007

image80%  hikikomori adalah laki-laki dan fenomena ini sering dijumpai di negara maju. Di banyak negara, hikikomori dianggap sebagai penyakit psikologi, sindrom PDD dan autisme. Hanya di Jepang, Hikikomori dianggap sebagai fenomena sosial (saking banyaknya). Kebanyakan masyarakat menganggap bahwa faktor keluarga berada dibalik kasus-kasus hikikomori. Hilangnya figur ayah (terlalu sibuk bekerja), ibu yang terlalu memanjakan anak, dan tekanan akademik di sekolah, school bullying, dan maraknya video game di Jepang. Semakin tua seorang hikikomori, semakin kecil kemungkinan dia bisa berkompeten di dunia luar. Bahkan ada kemungkinan tidak bisa kembali normal untuk bekerja atau membangun relasi sosial, seperti menikah.
OMG 010_


China malah telah membuka suatu akademi yang khusus menangani remaja-remaja atau orang dewasa yang kecanduan internet, game, dan semacamnya. Mereka kebanyakan adalah hikikomori yang dikirim orang tuanya dengan harapan bisa kembali terjun ke kehidupan masyarakat. Metode pembelajarannya? Jangan membayangkan metode-metode lunak seperti ‘curhat bersama’ kayak di film Anger Management,  penderita diperlakukan bak tentara dan menjalani kehidupan seperti di camp militer. Bahkan, yang baru-baru ini menimbulkan pro kontra, adalah metode setrum. Kok? iya, hikikomori-hikikomori itu didudukan di kursi listrik dan disetrum. Entah bagian mananya yang dianggap dapat mengurangi ketergantungan mereka akan teknologi. Belum ada yang mati se (kecewa…lho! ), hanya setelah itu camp rehabilitasi para hikikomori ditutup sementara, kayaknya sekarang uda dibuka lagi, ada yang mau ikut? silahkan daftar…dijamin…pulang-pulang tambah kisut..07
 
Lha di Indonesia? Jangan salah, sekarang bisa jadi kita sedang meniru jepang, bukan dalam kemajuan IPTEK-nya, tapi jumlah hikikomorinya.  Timbang bercakap-cakap langsung lebih gampang dan menyenangkan chatting via massanger dan tweet. Tren internet, jejaring sosial, dll apabila tidak kita sikapi dengan bijak juga dapat menjerumuskan kita sendiri. Karena itu, jangan mau diperbudak oleh teknologi, kitalah yang seharusnya memperbudak teknologi…(gj…huaha).  Mari Berjuang.NyemokCool

Jadi gimana menurutmu teman?

Sumber : http://blackuro.blogspot.com/2010/07/jangan-jadi-hikikomori.html

- Copyright © 2013 Sanz Lemon (アポ) - Kurumi Tokisaki - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -